Modernis.co, Malang – Awal mulanya, untuk mengetahui apa itu filsafat itu sebenarnya haruslah dimulai dari mengapa filsafat itu harus ada. Semua ini dimulai tatkala manusia hidup secara harmonis dengan alam. Alam membantu manusia dalam kehidupan. Ketergantungan manusia terhadap alam membuat manusia tidak terpisahkan dengan kegiatan menanam dan memanen.
Sebagian manusia yang hidup di tepi pantai akan sangat bergantung pada laut. Dan sebagian manusia yang hidup di daratan atau lereng pegunungan akan sangat bergantung pada kesuburan tanah. Ketergantungan manusia terhadap alam ini nantinya akan mempengaruhi beberapa aliran filsafat. Ibarat Islam yang terbagi ke beberapa fakultas hukum1, filsafat memiliki hal yang serupa nantinya.
Hidup yang berkelanjutan dengan alam membuat manusia melihat pergerakan alam. Alam membantu manusia dengan mekanisme rahasia yang ia miliki. Sebagai manusia, tak ada yang bisa menghentikannya untuk bertanya. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan nantinya akan menuai jawaban.
Manusia kemudian menerima jawaban berupa mitos. Mitos menjadi jawaban yang dominan atas segala mekanisme rahasia alam yang membantu kehidupan manusia. Seolah menjadi pemuas atas jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh manusia, mitos memiliki para tokoh yang bermain di dalamnya.
Tokoh maskulin disebut sebagai dewa (God) dan tokoh feminim disebut sebagai dewi (Goddess). Disebut begitu karena mereka adalah para manusia yang bermain dalam sebuah kisah dan tidak hanya itu, mereka juga memiliki peran dalam pembentukan alam dan mekanisme yang berjalan padanya.
Sudah menjadi ciri khas dari mitos adalah bahwa ia datang dari orang lain dan lantas dipercaya begitu saja. Sehingga bangkitlah beberapa orang yang gelisah dengan jawaban-jawaban itu dan memutuskan untuk membuat jawaban sendiri.
Para manusia yang bangkit ini percaya bahwa dalam diri manusia telah tertanamkan akal (Logos). Dengan begini kita mengetahui mengapa filsafat itu terkenal terbit di Yunani, karena di sanalah pusat segala mitos. Kemudian dari sanalah pula beberapa orang yang belakangan tersebut bangkit.
Karena mitos berurusan dengan alam. Maka dari itu, awal mula filsafat berbicara terkait alam. Para manusia yang telah bangkit belakangan mencoba menguraikan alam semesta. Mereka percaya bahwa ada satu unsur yang melatarbelakangi segala unsur yang ada. Satu unsur tersebut adalah unsur yang dianggap memiliki pengaruh dominan dalam alam semesta. Bangkitnya segelintir orang belakangan ini memiliki pengaruh yang luar biasa dan membentuk kebiasaan baru, yakni kebiasaan berpikir.
Selain memberikan jawaban atas mekanisme rahasia alam semesta, mitos juga memberikan jalan moral, yang sehingga, awal mula filsafat tak hanya berbicara terkait alam semesta namun juga terkait moralitas. Thales adalah filsuf alam pertama, di mana ia sendiri adalah satu dari Tujuh Orang Bijak dari Yunani2. Enam orang yang lain, selain Thales, memiliki pemikiran moral masing-masing yang bersumber dari akal, bukan dari jalan utama yang ditawarkan mitos.
Filsafat, setidaknya pada saat terbitnya, ia menjadi jalan alternatif, yang nantinya, akan menyingkirkan mitos sebagai jawaban. Karena filsafat adalah usaha mengoptimalkan apa yang ada pada diri manusia, berupa akal dan rasio (atau akal budi) maka seringkali kita melihat filsafat digambarkan sebagai orang yang sedang merenung.
Pada saat ini, mitos telah kehilangan kredibilitasnya. Maka apa fungsi filsafat saat ini? Tentunya, bukan hanya mitos yang datang dari orang lain dan lantas dipercaya, namun juga informasi-informasi yang sangat banyak beredar pada era disrupsi dan era milenial ini. Seorang filosofer, harusnya tidak akan termakan hoax.
Seorang filosofer3, akan menyeleksi, mengevaluasi dan merasionalisasikan serta menguji sebuah informasi yang datang padanya. Tingkatan tertinggi akal yang diraih oleh seorang filosofer adalah bahwa ia mampu berpikir kritis (Critical Thinking). Berpikir kristis tidak hanya sebuah seni dalam berpikir namun juga mencakup kemampuan memecahkan sebuah masalah (Problem Solving Ability). Karena berpikir kritis tidak hanya bagaimana manusia berpikir namun juga apa yang seharusnya dilakukan (Making Decision).
Tidak hanya ajaran agama yang bisa menjadi sesat, bahwa argumen sekalipun bisa menyesatkan. Sebuah kemampuan berpikir kritis akan menguji (questioning), menyeleksi (selection) dan mengevaluasi (evaluating) serta merasionalkan (rationing) sebuah argumen. Logika menjadi sangat penting berperan dalam bagaimana cara berpikir benar dan adapun retorika adalah bagaimana menyampaikan hasil berpikir tersebut.
Filsafat dalam pengertian Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya. Sedangkan kata Hikmah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah kebijaksanaan. Adapun kata Bijaksana dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah selalu menggunakan akal budinya.
1Fakultas atau mazhab yang berhubungan dengan hukum dan pembagiannya dengan membedakan setiap tokoh-tokohnya, seperti imam Syafi’i, Maliki dan Hanafi serta Hanbali.
2Yunani yang dimaksud bukanlah negara Yunani pada saat ini, karena Yunani yang dimaksud di sini adalah terjemahan dari kata Greece yang mengacu pada sebuah region yang lebih luas meliputi Yunani saat ini, Macedonia dan barat Asia Kecil. Filosofer saat ini ialah dia yang bergerak pada jalur pelajar dan akademisi atau mereka yang menyandang julukan sebagai intelektual.
*Yusuf Afrizal (Kabid Keilmuan IMM Tamaddun FAI UMM Periode 2015 – 2016).